Murah, irit, lebih sehat, dan bersih. Masyarakat Banjar Penyabangan sudah menarik manfaat dari pengolahan kotoran menjadi biogas.

Udara sejuk siang hari membelai kulit saat memasuki Banjar Penyabangan, Payangan, Kabupaten Gianyar. Rimbun pepohonan, padi hijau dan gemericik air di selokan. Sebuah papan kecil bertuliskan Koperasi Tani (Koptan) Amerta Nadi terpampang di pinggir Jalan Raya Kintamani – Payangan.

Desa Amerta Nadi

Desa Amerta Nadi

Ada semangat besar memperjuangkan nasib kaum tani di balik kesederhanaan penampilan fisik Koperasi Amerta Nadi. Cita-cita menuju kemandirian energi bukan isapan jempol belaka. Belum lama, wilyah Banjar Penyabangan dijadikan daerah percontohan pemanfaatan biogas rumah (Biru). Program Biru dikelola oleh Hivos atas dukungan Pemerintah Belanda.

Koptan Amerta Nadi ikut berperan dalam menyukseskan program ramah lingkungan ini. Bagi keluarga yang ingin memiliki biogas akan diberikan subsidi Rp2 juta per unit dari Biru. Sedangkan total dana yang diperlukan untuk membangun reaktor dan instalasi biogas setidaknya menghabiskan Rp6 juta per unit.

“Bagi keluarga yang tak memiliki uang untuk menambah biaya pembangunan infrastruktur biogas, tak usah khawatir. Saat ini koperasi dapat memberikan pinjaman kredit,” kata Nyoman Suardana, Manager Umum Koptan Amerta Nadi.

Saat ini sudah ada tujuh keluarga yang mendapat kucuran kredit dari Koptan Amerta Nadi untuk membangun reaktor biogas. Menurut Suardana, sementara ini, Koptan masih bisa menyediakan dana yang dibutuhkan oleh warga yang hendak memiliki biogas. Namun, seiring dengan meningkatnya permintaan, Suardana khawatir , koperasi tak bisa memenuhi semua permintaan.

“Kami berharap ada lembaga keuangan ataupun pihak-pihak yang bisa dijadikan rekanan untuk membantu menyediakan dana kredit bagi masyarakat yang ingin memiliki biogas,” tutur Suardana.

Suardana sangat yakin dengan prospek pembiayaan biogas ini. Menurutnya, masyarakat telah merasakan manfaat biogas. Permintaan kini telah meluas bahkan datang dari desa tetangga. “Kebutuhan bahan bakar untuk memasak tak perlu repot-repot lagi mencari kayu bakar atau membeli gas yang dijual di pasaran. Selain itu faktor kesehatan dan keselamatan terjamin serta ramah lingkungan,” kata Suardana.

Ni Nyoman Ramiati, Biogas Promotion Officer Biru Provinsi Bali, menjelaskan biogas difermentasi dari bahan-bahan organik yakni kotoran manusia dan hewan, serta limbah domestik (rumah tangga). Ramiati yang kerap disapa Mangming mengatakan kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.

Dia menjelaskan, biogas memiliki keunggulan nyata, yakni lebih murah, irit, hemat tenaga, lebih sehat, bersih dan modern. “Biogas dapat digunakan untuk bahan bakar memasak, penerangan dan ampas biogas bisa dijadikan pupuk organik,” kata dia.

Mangming dan Suardana mengajak melihat salah satu reaktor biogas milik warga yang dibiayai oleh Koptan Amerta Nadi. Reaktor biogas milik Wayan Ranti tersebut memiliki daya tampung 10 kubik bahan biogas dari kotoran ternak.

Sistem kerja reaktor biogas sangat sederhana. Di dekat kadang sapi terdapat bak penampung kotoran sapi. Sebelum disalurkan ke tangki reaktor melalui pipa, kotoran sapi tersebut dicampur dengan air dalam perbandingan seimbang (1:1), dengan menggunakan mixer. Biogas yang menggunakan kotoran babi tak perlu menggunakan mixer.

cow shed biogas system

cow shed biogas system

Bagian atas rekator berbentuk kubah untuk memberikan ruang reaksi terciptanya biogas. Di atas kubah dipasang pipa yang dilengkapi dengan katup gas. Pipa tersebut menyuplai gas menuju alat kompor gas di dapur. Setiap hari setidaknya diperlukan 30 kg kotoran ternak (sapi atau babi) ditambahkan ke dalam reaktor untuk mencukupi kebutuhan harian biogas rumah tangga.

Wayan Ranti, pemilik rumah yang kami kunjungi tiba-tiba muncul dari kebun dekat rumahnya. Ia menjinjing sebuh keranjang berisi buah jeruk segar. “Jeruk ini ditanam dan dirawat dengan bahan organik, menggunakan pupuk dari ampas biogas,” ucap Wayan dengan wajah sumringah.

 

Kredit Tani

Sebelum mengerjakan program kemandirian energi, Koptan Amerta Nadi bergerak di urusan pangan. Koperasi merealisasikannya dalam bentuk pengucuran kredit bagi petani yang mengalami kesulitan modal untuk menggarap lahan.

“Setiap musim tanam tiba, petani selalu dihadapkan pada persoalan yang sama, yakni kesulitan modal untuk menggarap lahan. Inilah yang melatarbelakangi pendirian koperasi ini,” kata Suardana.

Suardana mengatakan seluruh anggota yang berjumlah 98 orang saat ini berasal dari satu kelompok irigasi tradisional Bali (Subak) Amerta Nadi. “Sejak awal, koperasi ini dibangun dengan semangat kolektif,” kata dia.

Selain memberikan kredit untuk penggarapan lahan pertanian, Koptan Amerta Nadi juga memberikan kredit untuk membantu biaya upacara adat. Penyelenggaraan upacara adat kadang menjadi kebutuhan yang tak terduga dalam keluarga. “Dana yang tersedia kadang belum mencukupi. Untuk membantu keluarga yang menyelenggarakan hajatan, Koperasi memberikan pinjaman kredit untuk menambah kekurangan dana,” ungkap Suardana.

Usaha lain yang dilakukan oleh Koptan Amerta Nadi adalah melakukan pembelian hasil pertanian. Saat ini Koptan membeli gabah kering dari petani dengan harga 3.500 per kg. Sedangkan jagung dibeli dengan harga Rp3.000 per kg.

Padi yang telah digiling menjadi beras dijual dengan harga Rp6.500 per kg. Koperasi baru bisa menampung 25 ton gabah kering setiap musim panen yang berkisar pada bulan Januari dan Bulan Agustus.

Proses penggilingan dilakukan di mesin penggilingan padi milik koperasi. Mesin penggiling dan gudang penampungan hasil pertanian terletak tak jauh dari kantor koperasi. Mesin tersebut memiliki kapasitas produksi beras hingga 3,5 ton per hari.

Related Posts: