Bisul Nosstress akhirnya pecah. Hampir setahun Nosstress menggarap materi rekaman dan sudah dalam taraf bosan ditanya “kapan album keluar?” Setelah malang-melintang di panggung lokal dan panggung youtube, musikalitas tiga anak muda Denpasar ini akhirnya bisa dinikmati utuh dalam satu album: Perspektif Bodoh.
Materi pada album perdana Nosstress sangat segar dengan garapan akustik berformat dua gitar, cajon, harmonika, dan vokal bersahutan dengan kualitas penghayatan dan karakter ketiganya yang punya kekhasan masing-masing. Guna Qupitt (vocal, gitar), Man Angga (vokal, gitar), Cokorda Bagus Pemayun (vokal, cajon, harmonika) berhasil membawa gaya latihan di rumah, penampilan di panggung, dan keseharian mereka ke dalam album. Pencapaian yang dituai dalam rekaman ini pantas mengundang decak kagum, mengingat usia mereka yang relatif muda, 22-23 tahun.
Walaupun menggunakan instrumen yang minim, lagu-lagu mereka tidak sederhana untuk ukuran musik pop lokal. Aransemen, notasi dan komposisi cukup cerdas, penuh, detail. Nosstress juga menerobos musik yang dikonsumsi mayoritas pemuda seusia mereka saat ini dengan pengaruh kuat dari musik soul dan blues. Alat boleh sederhana, tapi tidak musiknya.
Lirik mereka tidak pretensius, mudah dicerna, sesederhana teh yang kita teguk di pagi hari. Beberapa komentar dan kritik sosial ringan menjadi tema lirik di album ini. Seperti kenangan indah masa lalu (yang mungkin mereka imajinasikan dari cerita para paman dan orang tua mereka) atau kondisi aktual kesemrawutan Denpasar.
Perasaan diremehkan sebagai junior dan meledek secara halus pada senior dikemas secara apik pada On the Job Training. Begitu pula kekesalan pada diri sendiri yang dibahas pada Tunda. Balutan sound jernih minus distorsi, kritik-kritik Nosstress menjadi halus dan tenang.
Dalam hal lirik, ada sedikit kontradiksi jika melihat tema secara keseluruhan. Misalnya kritik tentang rasa yang dikalahkan logika pada Rasa, namun banyak muncul kata ‘berpikir’ dalam beberapa lagu yang menunjukkan dukungan pada logika. Pencarian pada kesejatian yang sangat wajar, apalagi bila mendengarkan Mau Apa?. Lagu ini bisa dijadikan kesimpulan yang mewakili semangat yang terpancar dari situasi proses penggarapan album ini. Saya sangat mengagumi Mau Apa?, sampai-sampai saya berandai-andai saya yang menulis lagu ini.
Sentuhan musisi kawakan Raoul Wijffels yang memainkan Fender Rhodes pada Tak Pernah Terlambat dan akordion pada Bersama Kita terasa menyatu dengan lagu. Hal ini bisa jadi karena kedekatan baik selera maupun historis antara Nosstress dan Raoul di One Dollar for Music.
Lagu kesayangan saya, Tanam Saja yang tidak dimasukkan ke dalam album cukup membuat saya kecewa. Lagu yang telah dirilis terlebih dahulu sebagai single radio dan kerap dibawakan live tersebut sebenarnya sangat kuat dan mendukung popularitas album.
Sebagai pelaku skena musik Bali saya bangga dengan hadirnya “Perspektif Bodoh” yang sama sekali tidak bodoh. Dan setiap bisul yang pecah akan menjadi luka yang dalam proses keringnya terasa gatal. Proses gatalisasi Nosstress setelah album ini mungkin untuk mencari jawab dari pertanyaan mereka: mau apa aku dengan hidupku ini.
Launching “Perspektif Bodoh” di Serambi Arts Antida, Jl Waribang no 32 Denpasar.
Tanggal 14 Oktober 2011, jam 19.00 WITA.
Nosstress merilis satu lagu dari “Perspektif Bodoh” untuk diunduh gratis lewat Akarumput.com. Mari dendangkan Bersama Kita.
Foto oleh Teddy Drew.