Tiap tanggal 17 Agustus setiap rumah, desa, gedung pemerintah, bundaran jalan, dan toko berhiaskan warna merah putih, yang mewakili warna kemerdekaan Indonesia. Namun, di hari kemerdekaan tahun ini, tim pembuat film dari Bali Spirit Festival memilih warna hijau untuk menghiasi Ibu Pertiwi sebagai janji peremajaan dan vitalitas bumi.
Tim Bali Sprit Festival (BSF) mendatangi lereng utara Gunung Abang dan Gunung Agung, yang kini gundul dan kehilangan hutannya akibat penebangan dan letusan gunung. Mereka melakukan dokumentasi untuk menggali dana bagi proyek agro-hutan di Desa Ban yang secara administratif arealnya seluas 7.200 hektare. Proyek oleh Environmental Bamboo Foundation (EBF) dan East Bali Poverty Project (EBPP) ini memanfaatkan tanaman peneduh yang pertumbuhannya paling cepat di bumi: bambu.
Kegiatan dimulai menjelang siang. Masyarakat Desa Ban telah berkumpul untuk acara pertunjukan oleh anak-anak desa, seperti musik tradisional dan modern, tari, dan teater. Semua pertunjukan membawa pesan mendidik sekaligus menghibur. Panggung didirikan di dasar lembah yang kering dan dihiasi spanduk merah putih.
Saat melintasi jalan setapak berdebu bekas sungai, sulit membayangkan lahan yang lebih mirip gurun ini dapat ditumbuhi hutan baru. “Sebenarnya ini lokasi ideal untuk reforestasi bamboo,” Kata Arief Rabik dari EBF.
EBF dan EBPP berencana untuk memperluas hutan yang tersisa dengan menanam bambu pada kawasan pendukungnya. Sepuluh persen dari setiap hektar lahan akan ditanami sebagai daerah pelindung dari matahari dan angin serta untuk mencegah erosi. Saat rebung bambu menumbuh tinggi, secara alami rerumputan dan jenis tanaman lainnya akan bertunas dan tumbuh subur di bawahnya. Hutan yang tumbuh akan dapat membalik efek kekeringan dan menghijaukan kembali pebukitan yang sudah menyerupaki gurun.
Berlokasi di salah satu wilayah termiskin di Bali, proyek agro-hutan ini berjalan berkat dukungan masyarakat setempat. Akan ada sekolah bambu untuk mengajarkan masyarakat setempat cara menanam, mengelola, dan memanen hutan baru mereka. Tetapi sekolah ini sangat memerlukan dana tambahan untuk mengembangkan kurikulum dan menutup biaya operasi. “Tujuan utama kita sekarang,” kata David Booth, pendiri EBPP, “mengelola tunas yang telah ditanam. Tetapi kita masih perlu menanam sekitar 3,000 hektar lahan.”
Tim film menggunakan sisa waktu sore hari untuk meliput kegiatan menanam tunas baru bersama Rabik, manager lokal proyek agro-hutan Ketut Suwastika, dan tim peserta proyek di sebuah bukit terjal. Menggunakan tanah sekitar, kompos organik, dan dedaunan kering, setiap tunas bambu ditanam secara hati-hati. Sebotol air berisi rumput laut ditempatkan di dekat tunas untuk membasahi tanah selama beberapa minggu. Untuk tiga tahun pertama, masyarakat setempat harus merawat tanaman bambu ini hingga cukup kuat untuk bertahan di alam bebas.
Bambu merupakan bahan bangunan yang sangat berguna, serta memenuhi kebutuhan kegiatan upacara masyarakat Bali. Bambu juga dapat dimanfaatkan untuk membuat kerajinan tangan. Suwastika yakin proyek bambu ini akan berhasil. Sebelumnya proyek reboisasi hutan pemerintah pernah gagal akibat penebangan hutan illegal. “Bambu hanya perlu ditanam sekali, dan walaupun dipanen oleh masyarakat, bambu akan tumbuh kembali.”
Karena bambu tumbuh sangat cepat, masyarakat Desa Ban dapat memanennya tanpa menghabisi persediaan. “Tujuan proyek ini untuk mendukung reboisasi hutan, melestarikan lingkungan setempat, dan merangsang pertumbuhan ekonomi di Desa Ban,” kata Suwastika.
Kegiatan ini merupakan salah satu dari banyak proyek EBF di Indonesia sejak berdiri tahun 1993. EBF bertujuan melindungi hutan tropis dengan mendorong dan melakukan konservasi dengan pengembangan yang mungkin dilakukan dengan bambu. EBPP mulai beroperasi tahun 1998 dengan tujuan mengurangi kemiskinan dan mendukung perkembangan berkelanjutan sesuai dengan budaya di masyarakat perdesaan miskin.
BSF mendukung proyek agro-hutan ini dalam pendokumentasikan kegiatan proyek. BSF juga akan menyumbang satu tunas bambu dari setiap tiket VIP atau Full Festival Pass yang terjual tahun 2012.
Proyek ini tidak hanya berkontribusi untuk upaya pengurangan emisi karbon. Hutan baru akan melestarikan kembali ekosistem yang rusak pada lahan suci dan mendukung proyek reboisasi berbasis-masyarakat.
Pingback: BaliSpirit Festival workng with Agro-Forestry Project in Desa Ban | BaliSpirit Media