Sekarang ini, Badan Lingkungan Hidup (BLH) serta Biro Hukum dan HAM Provinsi Bali sedang menyiapkan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang pengelolaan sampah. Raperda ini diharapkan rampung dan diberlakukan sebagai peraturan daerah pada 2011. Melalui Perda tersebut, Bali akan merintis pengelolaan sampah tingkat rumah tangga dengan model Takakura, yakni pemilahan bahan organik untuk diolah menjadi pupuk ramah lingkungan.
Upaya itu fisertai dengan gerakan Bali bebas plastik (Bali Clean and Green Province) yang ditargetkan selama empat tahun 2010-2014. Pemerintah juga mengembangkan unit pengolahan sampah sekolah, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi.
Gagasan untuk membebaskan Bali dari sampah plastik sebenarnya dapat meniru apa yang dilakukan China pada 2008. Dengan menerapkan kebijakan sederhana, yakni melarang toko memberikan tas plastik gratis kepada pelanggan, membuat penggunaan tas plastik menurun hingga 50 persen, setara dengan 100 miliar tas plastik. Prinsipnya sederhana. Toko harus menetapkan biaya tambahan bagi pelanggan yang tetap ingin memakai tas plastik dan mereka boleh mengambil keuntungan dari penjualan tas plastik. Hasilnya, pelanggan belajar menggunakan tas plastik bekas.
Sedangkan pengelolaan sampah tingkat rumah tangga bisa ditingkatkan dengan pembangunan pabrik-pabrik pengolahan sampah tingkat banjar atau tingkat desa. Dengan begitu, persoalan sampah dapat diselesaikan di tingkat desa sebelum menumpuk di TPA. Selain menyelesaikan persoalan lingkungan dan mendapatkan hasil pengolahan sampah untuk kepentingan masyarakat desa sendiri, desa juga bisa mendapatkan pemasukan dari hasil penjualan produk olahan sampah tersebut (lihat hitungan kasar di atas).
Pemerintah dapat bekerjasama dengan perusahaan swasta dan bank untuk pengadaan mesin atau teknologi pengolah sampah, baik organik maupun anorganik. Di Denpasar sampai saat ini sudah ada empat Desa yang sudah mengelola sampahnya sendiri yakni Desa Sanur Kauh, Desa Sanur Kaja, Desa Tegal Kertha dan Kelurahan Ubung. Dengan gagasan ini, pemerintah dapat mendorong lahirnya para wirausaha sosial di bidang sampah dan limbah.
Pilihan melibatkan komunitas desa dan pendidikan dalam pengelolaan sampah memang langkah yang sangat strategis. Selain menyelesaikan problem penumpukan sampah di tingkat paling kecil, pemerintah dapat mengajak masyarakat ikut bertanggung jawab mengatasi persoalan sampah dan mendapatkan manfaat daripadanya. Dan, ini adalah sebuah kerja peradaban, dimana tingkat kemajuan peradaban ditentukan oleh kemampuan manusia mengembangkan dan menjaga planet Bumi dari kehancuran akibat limbah yang ditimbulkannya.
Artinya sederhana, peradaban disebut maju atau tingkat tinggi jika mampu mengatasi problem sampah dan menjadinya sebagai aset. Sebaliknya, jika satu daerah tidak mampu mengelola dan terus berkutat dengan masalah sampah, maka mau tidak mau kita harus mengakui, daerah masih berada di tingkat peradaban primitif.
Baca awal tulisan ini: Membuang Rp4 Triliun Produk Peradaban (1)
Foto oleh Jeff Blades dan Walhi Bali.
Pingback: Membuang Rp4 Triliun Produk Peradaban (1) | | AkarumputAkarumput